Istilah “guru” diambil dari bahasa India yang artinya Yang Memberi Ilmu atau tempat mencari ilmu. Namun oleh orang jawa yang pinter ngotak atik kosa kata atau “nggatuk-nggatuke ukara” guru artinya digugu lan ditiru, maksudnya apa yang diomongkan atau yang diajarkan oleh orang yang disebut guru, harus di iyakan dan di pahami atau diikuti. Dalam pewayangan Jawa Guru merupakan pimpinan dewa di kahyangan, disebut Batara Guru. Aktivitasnya dalam lakon yang dijalani memang tukang gawe kisruh atau bikin kacau di mayapada ataupun di kahyangan, namun sesungguhnya hal itu dilakukan untuk menguji kesabaran, kebesaran hati dan kecerdasan pada umatnya di Pandawa yang nota bene mempunyai peran “si baik” beda dengan astina atau kurawa yang pethakilan, ugal-ugalan, serta berperangai “buruk”. Semar Badranaya disamping sebagai pemomong para pandawa tetapi sesungguhnya justru banyak memberi “wejangan” atau petuah dan sekaligus mencarikan solusi dalam pemecahan masalah.
Dalam setiap lakon dalam pewayangan, Sri Kresna selalu memberikan petunjuk-petunjuk cerdas kepada saudara-saudaranya di amarta atau pandawa untuk mengatasi cobaan atau ujian dari para dewa. Di atas itu semua menunjukkan bahwa peran guru tidak hanya ngoceh di kelas menyampaikan hapalan yang pernah dibacanya, namun mempunyai peran memberikan solusi, memberi contoh atau petunjuk kepada murid, sehingga pada saatnya murid diuji atau di coba sampai sejauh mana ilmu yang di pelajari. Jadi dalam dunia pewayangan memang terjadi korelasi terhadap peri kehidupan manusia baik itu pendidikan maupun yang lain, dan memang karena wayang itu artinya “bayang”an peri kehidupan manusia baik itu perilaku atau karakter, sehingga dalang itu juga bisa disebut “guru”. Kalau kita mendengarkan kisah pewayangan di radio atau membaca buku tentang wayang, banyak manfaat yang kita ambil.
Tetapi “ Guru “ sebagai pahlawan tanpa tanda jasa oleh pemerintahan jadul, mungkin saja yang dimaksud guru pengajar di sekolah-sekolahan negeri atau swasta karena pemerintahan dengan pola militer, sehingga kalau “jasa” itu benda yang ditempelke di baju, pasnya ndhuwur susu sebelah kiri. Pada dasarnya “jasa” yaitu memberikan keuntungan tanpa imbalan dan atau tanpa disengaja. Namun pada perkembangan seiring perubahan jaman telah terjadi pergeseran nilai, sehingga dalam ranah perbisnisan “jasa” berarti imbalan, karena pada jaman sekarang ini materialisme dikedepankan.
Jasa dapat diartikan menjadi :
Jasa yang berarti imbalan yang berujud materi
Jasa yang berarti imbalan yang berujud amal
Jadi bohong kalau seseorang melakukan sesuatu tidak ada pamrihnya atau imbalannya, seperti yang pertama biasanya digunakan dalam dumia bisnis, misalnya jasa penerbangan, jasa pelayanan lainnya. Yang kedua biasanya diakukan oleh orang yang mempunyai suatu keinginan, misalnya guru ngaji mengajarkan ilmunya untuk mendapatkan pahala, pahlawan berjuang untuk bangsa atau masyarakat supayta terbebas dari penindasan tanpa mengharapkan sesuatu yang berujud materi tapi mempunyai tujuan mulia.
Pada jaman sekarang orang menjadi guru di dunia pendidikan formal atau non formal yang dicari pasti uang, karena kebutuhan untuk hidup, itu artinya profesi guru disini “gaji” yang didapat yang berujud uang itu merupakan jasa dari mengajar ( profesi ). Lha terus guru yang menjadi pahlawan tanpa tanda jasa itu yang mana ? Jadinya Guru pahlawan banyak tanda jasa dong…………ashhh….embuh lah……( sambil membayangkan seandainya aku menjadi guru……trus mesam mesem dhewe ).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar